Senin, 15 Maret 2010

HUKUM ONANI (MANSTURBASI) DALAM ISLAM

Artikel ini membahas mengenai Hukum Onani (mansturbasi) dan pada saat kapan onani bisa dilakukan. Berikut pembahasannya. Ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Pertama haram, dan kedua boleh-boleh saja. Ulama yang berpendapat demikian, mendasarkan keharamannya pada QS. Al-Mu'minuun:5-7, yang artinya "Dan orang orang yang mememlihara kemaluannya kecualai terhadap istrinya atau hamba sahaya, Mereka yang demikian itu tak tercela. Tetapi barangsiapa mau selain yang demikian itu, maka mereka itu orang-orang yang melewati batas." Keharaman ini juga didasarkan pada alasan bahwa orang yang onani itu ibaratnya melepaskan syahwatnya bukan pada tempatnya. Seperti itu jelas tidak diperbolehkan.
Sedang ulama yang memperbolehkan onani atau masturbasi ini beralasan bahwa mani adalah sesuatu yang lebih. Karenanya boleh dikeluarkan. Bahkan hal itu diibaratkan dengan memotong daging lebih. Pendapat demikian ini didukung Imam Hambali dan Ibnu Hazm. Sedang ulama Hanafiah memberikan batas kebolehan dalam keadaan:
1. Karena takut berbuat zina,
2. Karena tidak mampu kawin (tapi syahwat berlebihan).
Selain itu, Rasul SAW juga telah mengajarkan bagaimana menghindari luapan birahi, bagi para pemuda yang belum mampu kawin: hendaknya sering-sering melakukan puasa, karena puasa itu hikmah, dan puasa bisa membendung syahwat atau nafsu birahi. Sabda Rasul: "Hai para pemuda, barang siapa diantara kalian sudah ada kemampuan (fisik dan modal berumah tangga), maka kawinlah karena perkawinan itu bisa menjinakkan pandangan dan kemaluan. Tetapi barangsiapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab puasa itu bisa membendung syahwat. (HR. Bukhari).
Jelaslah, dengan demikian, bahwa onani dalam keadaan "terpaksa" boleh saja dilakukan. Tapi dalam keadaan darurat saja misalnya: seorang suami yang ingin bersetubuh dengan istrinya tapi si istri menolak berhubung masih dalam keadaan haid.
Kendati demikian, demi kehati-hatian, pendapat yang mengharamkan onani lebih baik dipegang. Adapun dibolehkannya onani dalam saat-saat darurat, seperti itu atas dasar pertimbangan "al-dlaruuraat tubiihu al-mahdhuuraat" (keadaan darurat bisa membolehkan hal-hal yang terlarang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar